Upaya Penyelamatan Lingkungan dengan Gerakan Mencintai Bumi

Bumi adalah bagian teramat sangat kecil dalam susunan alam semesta ini. Sebenarnya telah diciptakan dengan sangat sempurna. Kokoh, kuat dan hidup. Mampu menghidupi seluruh makhluk yang tinggal dan hidup di atasnya.

Namun tangan-tangan manusia telah secara serakah mengeksplorasi dan eksploitasi secara habis-habisan isi bumi. Seolah hidup hanya untuk saat ini, tidak pernah berpikir untuk hidup dalam jangka panjang dan bahkan abadi.

Bumi adalah korban dari uji coba bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dilakukan secara serakah dan gegabah. Meninggalkan jejak kerusakan yang amat parah, hutan habis, banyak jenis tanaman punah, berikut pula banyak hewan yang hidup dalam habitatnya. Tanah dikeruk habis-habisan untuk ditambang.

Kini adalah saatnya berhenti mengeksplorasi dan eksploitasi isi bumi dan mengevaluasi hasil kerja yang telah dilakukan selama ribuan tahun tanpa henti.

Mengusahakan perbaikan bagi semua kerusakan yang telah dilakukan. Kerusakan Iklim dan cuaca yang menjadi cepat berubah, pemanasan global, kerusakan tanah dan hutan, menghentikan polusi di udara, di daratan dan di lautan.

Perlu kesadaran dan tindakan dari semua orang selaku penduduk bumi ini, jika masih menghendaki hidup dan tinggal lebih lama di muka bumi ini.

STOP GLOBAL WARMING

Pre Launching : 28 – 07 – 2009

Launching : 07 – 08 – 2009

KONSEP MEMAYU HAYUNING BAWONO.

Memayu Hayuning Bawana memiliki relevansi dengan wawasan kosmologi Jawa atau kosmologi kejawen. Kejawen memiliki wawasan kosmos yang tidak lain sebagai perwujudan konsep memayu hayuning bawana. Memayu hayunig bawana adalah ihwal space culture atau ruang budaya dan sekaligus spiritual culture atau spiritualitas budaya. Dipandang dari sisi space culture, ungkapan ini memuat serentetan ruang atau bawanaBawana adalah dunia dengan isinya. Bawana adalah kawasan kosmologi Jawa. Sebagai wilayah kosmos, bawana justru dipandang sebagai jagad rameJagad rame adalah tempat manusia hidup dalam realitas. Bawana merupakan tanaman, ladang dan sekaligus taman hidup setelah mati. Orang yang hidupnya di jagad rame menanamkan kebaikan kelak akan menuai hasilnya.

Selain itu, memayu hayuning bawana juga menjadi spiritualitas budaya. Spiritualitas budaya adalah ekspresi budaya yang dilakukan oleh orang Jawa di tengah-tengah jagad rame (space culture). Pada tataran ini, orang Jawa menghayati laku kebatinan yang senantiasa menghiasi kesejahteraan dunia. Realitas hidup di jagad rame perlu mengendapkan nafsu agar lebih terkendali dan dunia semakin terarah. Realitas hidup tentu ada tawar-menawar, bias dan untung rugi. Hanya orang yang luhur budinya yang dapat memetik keuntungan dalam realitas hidup. Dalam proses semacam itu, orang Jawa sering melakukan ngelmu titen dan petung demi tercepainya bawana tentrem atau kedamaian dunia. Keadaan inilah yang dimaksudkan sebagai hayu atau selamat tanpa ada gangguan apapun. Suasana demikian oleh orang Jawa disandikan ke dalam ungkapan memayu hayuning bawana.

Memayu hayuning bawana memang upaya melindungi keselamatan dunia baik lahir maupun batin. Orang Jawa merasa berkewajiban untuk memayu hayuning bawana atau memperindah keindahan dunia, hanya inilah yang memberi arti dari hidup. Di satu fisik secara harafiah, manusia harus memelihara dan memperbaiki lingkungan fisiknya. Sedangkan di pihak lain secara abstrak, manusia juga harus memelihara dan memperbaiki lingkungan spritualnya. Pandangan tersebut memberikan dorongan bahwa hidup manusia tidak mungkin lepas dari lingkungan. Orang Jawa menyebutkan bahwa manusia hendaknya arif lingkungan, tidak merusak dan berbuat semena-mena.

Memayu hayuning bawana adalah filosofi atau nilai luhur tentang kehidupan dari kebudayaanJawa. Memayu hanuning bawana jika diartikan dalam bahasa Indonesia menjadi memperindah keindahan dunia. Orang Jawa memandang konsep ini tidak hanya sebagai falsafah hidup namun juga sebagai pekerti yang harus dimiliki setiap orang. Filosofi memayu hayuning bawana juga kental terasa dalam ajaran kejawen

(sumber: Wikipedia)